Rabu, 14 Januari 2015

Jokowi dan Reformasi Birokrasi

Pemilu 2014

Jokowi dan Reformasi Birokrasi

Joko Widodo-Jusuf Kalla memenangkan pemilihan presiden dan wakil presiden Indonesia 2014. Ada harapan besar yang harus ditunaikan oleh Jokowi pada pemerintahannya nanti. Harapan itu bernama reformasi birokrasi.
Berdasarkan debat Capres dan Cawapres yang digelar KPU selama masa kampanye, nampaknya kata kunci bagi rezim Jokowi kelak adalah reformasi birokrasi. Jokowi mematok target 7% pertumbuhan ekonomi di masa kepemimpinannya. Untuk mencapai tingkat pertumbuhan ekonomi pada level seperti Cina saat ini tentu bukan perkara mudah, tapi juga bukan hal yang mustahil. Diperlukan pembangunan infrastruktur yang massif dan ditunjang oleh penguatan sumber daya manusia untuk mencapai impian itu. Namun yang jauh lebih mendasar sebetulnya adalah penguatan institusi birokrasi sebagai penyelenggara negara.
Mark Turner (peneliti dari University of Canberra) menemukan bahwa performa birokrasi menentukan pertumbuhan ekonomi negara-negara berkembang. Singapura dan Malaysia, misalnya, 50 tahun terakhir mencapai pertumbuhan ekonomi yang mengagumkan, peningkatan tingkat harapan hidup, dan kemajuan pendidikan dimulai dari perbaikan performa birokrasi yang juga mengagumkan.
Kita berharap banyak Jokowi dan Jusuf Kalla bisa mewujudkan peningkatan kinerja birokrasi melalui serangkaian program reformasi yang massif. Ketika ditanya mengenai cara mengurangi korupsi, pada debat kandidat yang diadakan oleh Komisi Pemilihan Umum, Jokowi mengajukan reformasi birokrasi sebagai jawabannya. Saat itu ia merinci bahwa proses rekrutmen kaum birokrat merupakan unsur yang maha penting yang akan menentukan pengurangan korupsi di Indonesia. Dia mengusulkan sistem rekrutmen terbuka atau lelang terbuka (open recruitment).
Jokowi sudah memulai menerapkan sistem lelang terbuka untuk lurah dan camat se-DKI Jakarta tahun 2013. Basuki Tjahaya Purnama menyatakan bahwa open recruitment yang pemerintah DKI Jakarta jalankan tahun 2013 berhasil mengubah 70 % wajah birokrasi di ibu kota. Selain itu, pemerintah kota juga berhasil mengidentifikasi 700 pegawai negeri yang memiliki skill tinggi yang sewaktu-waktu bisa menempati posisi-posisi penting mulai pada level tertinggi sampai pada birokrasi level lapangan (street-level bureaucracy) DKI Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar